1. Ejaan
Ejaan adalah penggambaran bunyi bahasa (kata, kalimat, dsb) dengan kaidah tulisan (huruf) yang distandardisasikan dan mempunyai makna. Ejaan biasanya memiliki tiga aspek yaitu:
- Aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad.
- Aspek morfologis yang menyangkut penggambaran satuan-satuan morfemis.
- Aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca.
1.1 Prinsip-prinsip Penulisan Ejaan Bahasa Indonesia
Prinsip morfologis merupakan
dua kaidah yang mengkhususkan penulisan sebuah fonem yang
memiliki posisi tertentu dalam morfem atau
kata jadian Dua kaidah tersebut adalah:
- Fonem /ɲ/ di muka fonem /c/ atau /j/ ditulis n, bukan ny.
- Fonem /w/ dan /y/ yang menjadi bagian diftong ditulis
u dan i.
Prinsip historis/tradisional berlaku bagi beberapa
kata serapan, antara lain:
- Grafem yang
melambangkan konsonan bersuara dipakai untuk konsonan tak bersuara pada akhir
suku kata. Penggunaan ini digunakan untuk fonem /p/, dan d untuk /t/ serta
penulisan g untuk /k/ dan j untuk /c/.
- Grafem i
di muka vokal mencerminkan lafal bervarian /i/ atau /y/.
- Penggambaran bunyi /f/ dipakai baik pada huruf v mau pun v.
- Bunyi Hamzah atau bahasa Arab dituliskan menggunakan tanda petik
tunggal walaupun tanda petik juga dapat digunakn untuk kata yang lain, misalnya
penulisan Jum'at.
- Huruf e digunakan untuk menggambarkan /É™/ di antara konsonan
serapan lama, misalnya pengucapan Inggeris dan Sastera.
- Nama diri orang-orang terdahulu diperbolehkan menggunakan Ejaan Soewandi bahkan Ejaan Van Ophuijsen, misalnya Soekarno dan
Soeharto.
- Nama diri orang asing dan nama tempat asing dipertahankan
keasliannya, misalnya Michael dan New York.
1.2 Aturan Penulisan
Berikut adalah ringkasan pedoman umum penulisan kata.
1. Kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
Contoh: Ibu percaya bahwa engkau tahu.
2. Kata turunan (lihat
pula penjabaran di bagian Kata turunan)
-
Imbuhan
(awalan
, sisipan, akhiran
) ditulis
serangkai dengan kata dasar. Contoh: bergeletar, dikelola.
-
Jika kata dasar berbentuk gabungan kata, awalan
atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau
mendahuluinya. Tanda hubung boleh digunakan untuk memperjelas. Contoh: bertepuk
tangan, garis bawahi.
-
Jika kata dasar berbentuk gabungan kata mendapat
awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan ditulis serangkai. Tanda hubung
boleh digunakan untuk memperjelas. Contoh: menggarisbawahi, dilipatgandakan.
-
Jika salah satu unsur gabungan hanya dipakai
dalam kombinasi, gabungan kata ditulis serangkai. Contoh: adipati, mancanegara.
-
Jika kata dasar huruf awalnya adalah huruf
kapital, diselipkan tanda hubung. Contoh: non-Indonesia.
3. Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan
menggunakan tanda hubung, baik yang berarti tunggal (lumba-lumba, kupu-kupu),
jamak (anak-anak, buku-buku), maupun yang berbentuk berubah beraturan
(sayur-mayur, ramah-tamah).
1.3 Penggunaan huruf dan tanda baca
Tanda Titik (.)
Tanda titik
dipakai
pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan, atau bisa dipakai dengan
pada singkatan akhir nama orang, atau pada akhir singkatan gelar, jabatan,
pangkat.
Tanda Koma (,)
Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu
pemerincian atau pembilangan. Bisa juga untuk memisahkan kalimat setara yang
satu dari kalimat setara yang berikutnya, yang didahului oleh kata seperti, tetapi,
dan melainkan. Dan bisa juga untuk memisahkan anak kalimat dari induk
kalimat apabila anak kalimat tersebut mendahului induk kalimatnya.
Tanda Titik Koma (;)
Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan
bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. Dan dapat dipakai untuk
memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat majemuk sebagai pengganti
kata penghubung.
Tanda Titik Dua (:)
Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan
lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian. Dipakai dalam teks drama sesudah
kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. Dan tidak dipakai kalau
rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Tanda Hubung (-)
Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang. Dapat
dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian ungkapan.
Tanda Pisah (–, —)
Tanda pisah em (—) membatasi penyisipan kata atau
kalimat yang memberikan penjelasan khusus di luar bangun kalimat. Tanda pisah en (–) tidak
dipakai bersama perkataan dari dan antara, atau bersama tanda
kurang (−).
Tanda Elipsis (...)
Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang
terputus-putus, misalnya untuk menuliskan naskah drama.
Tanda Tanya (?)
Tanda tanya dipakai pada akhir tanya. Tanda tanya dipakai di
dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang
kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan
yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan,
ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Tanda Kurung ((...))
Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan. Tanda
kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral
pokok pembicaraan. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci
satu urutan keterangan.
Tanda Kurung Siku ([...])
Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok
kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang
ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu
memang terdapat di dalam naskah asli.
Tanda Petik ("...")
Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari
pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain. Tanda petik penutup mengikuti
tanda baca yang mengakhiri petikan langsung. Tanda baca penutup kalimat atau
bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata
atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian
kalimat.
Tanda Petik Tunggal ('...')
Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di
dalam petikan lain. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau
penjelasan kata atau ungkapan asing.
Tanda Garis Miring (/)
Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan
nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun
takwim. Tanda garis miring sebaiknya tidak
dipakai untuk menuliskan tanda aritmetika dasar dalam prosa. Gunakan tanda
bagi ÷ . Tanda garis miring sebaiknya tidak dipakai sebagai
pengganti kata atau.
Tanda Penyingkat (Apostrof)(')
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata
atau bagian angka tahun. Sebaiknya bentuk ini tidak dipakai dalam
teks prosa biasa.
2. Kata dan Pilihan Kata
2.1 Pengertian Kata dan Pilihan Kata
Pengertian Kata
Kata adalah kumpulan beberapa huruf yang memiliki makna
tertentu. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata adalah unsur bahasa
yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan suatu perasaan dan
pikiran yang dapat dipakai dalam berbahasa. Dari segi bahasa kata diartikan
sebagai kombinasi morfem yang dianggap sebagai bagian terkecil dari kalimat.
Sedangkan morfem sendiri adalah bagian terkecil dari kata yang memiliki makna
dan tidak dapat dibagi lagi ke bentuk yang lebih kecil.
Pengertian Diksi atau Pilihan Kata
Diksi adalah ketepatan pilihan kata untuk menyatakan
sesuatu. Diksi atau pilihan kata pada dasarnya adalah hasil upaya memilih kata
tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alinea, atau wacana. Diksi atau pilihan
kata merupakan satu unsur yang sangat penting, baik dalam dunia
karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari.
Pilihan kata atau Diksi adalah pemilihan kata – kata yang
sesuai dengan apa yang hendak kita ungkapkan. Diksi atau Plilihan kata
mencakup pengertian kata – kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu
gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata – kata yang tepat atau
menggunakan ungkapan – ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam
suatu situasi.
Pemilihan kata mengacu pada pengertian
penggunaan kata-kata tertentu yang sengaja dipilih dan digunakan oleh
pengarang. Mengingat bahwa karya fiksi (sastra) adalah dunia dalam kata,
komunikasi dilakukan dan ditafsirkan lewat kata-kata. Pemilihan kata-kata
tentunya melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk mendapatkan efek yang
dikehendaki (Nurgiyantoro 1998:290).
2.2 Makna Kata
Makna Kata
makna/mak·na/ n 1 arti: ia memperhatikan
-- setiap kata yang terdapat dalam tulisan kuno itu; 2 maksud
pembicara atau penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk
kebahasaan;
-- afektif makna emotif;
-- denotasi Ling makna kata atau kelompok kata yang didasarkan atas
hubungan lugas antara satuan bahasa dan wujud di luar bahasa, seperti orang,
benda, tempat, sifat, proses, kegiatan;
-- denotatif makna yang bersifat denotasi;
-- ekstensi Ling makna yang mencakupi semua objek yang dapat dirujuk
dengan kata itu;
-- emotif Ling makna kata atau frasa yang ditautkan dengan perasaan
(ditentukan oleh perasaan):
-- gramatikal Ling makna yang didasarkan atas hubungan antara
unsur-unsur bahasa dalam satuan yang lebih besar, misalnya hubungan antara kata
dan kata lain dalam frasa atau klausa;
-- intensi makna yang mencakupi semua ciri yang diperlukan untuk
keterterapan suatu kata (istilah);
-- khusus makna kata atau istilah yang pemakaiannya terbatas pada bidang
tertentu;
-- kiasan makna kata atau kelompok kata yang bukan makna yang sebenarnya,
melainkan mengiaskan sesuatu, misalnya mahkota wanita berarti 'rambut
wanita';
-- kognitif Ling aspek-aspek makna satuan bahasa yang berhubungan
dengan ciri-ciri dalam alam di luar bahasa atau penalaran;
-- konotasi Ling makna (nilai rasa) yang timbul karena adanya tautan
pikiran antara denotasi dan pengalaman pribadi;
-- konotatif Ling makna yang bersifat konotasi;
-- kontekstual Ling makna yang didasarkan atas hubungan antara ujaran
dan situasi pemakaian ujaran itu;
-- leksikal Ling mak-na unsur bahasa sebagai lambang benda,
peristiwa, dan sebagainya;
-- lokusi Ling makna yang dimaksudkan penutur dalam perbuatan
berbahasa;
-- luas Ling makna ujaran yang lebih luas daripada makna pusatnya,
misalnya makna sekolah dalam kalimat ia bersekolah lagi di
Seskoal (Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut) yang lebih luas daripada
makna 'gedung tempat belajar';
-- pusat Ling makna kata yang umumnya dapat dimengerti walaupun kata
itu diberikan tanpa konteks;
-- referensial Ling makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya
dengan dunia di luar bahasa (objek atau gagasan), dan dapat dijelaskan oleh
analisis komponen; makna denotasi;
-- sempit Ling makna ujaran yang lebih sempit daripada makna
pusatnya;
-- suratan Ling makna denotasi;
-- tak berciri Ling makna pusat;
-- tautan konotasi;
-- umum Ling kata atau istilah yang pemakaiannya menjadi unsur bahasa
umum;
bermakna/ber·mak·na/ v berarti; mempunyai (mengandung) arti penting
(dalam): kalimat itu - rangkap;- berbilang mempunyai (mengandung)
beberapa arti.
membermaknakan/mem·ber·mak·na·kan/ v menjadikan bermakna: terampilnya
siswa berbahasa Indonesia berarti keberhasilan dalam - pengajaran bahasa
Indonesia.
memaknakan/me·mak·na·kan/ v menerangkan arti (maksud) suatu kata dan
sebagainya.
2.3 Struktur Leksikal
Makna leksikal ialah makna kata secara lepas, tanpa kaitan
dengan kata yang lainnya dalam sebuah struktur (frase klausa atau kalimat). Contoh:
rumah : bangunan untuk tempat tinggal manusia
makan : mengunyah dan menelan sesuatu
makanan : segala sesuatu yang boleh dimakan
Makna leksikal kata-kata tersebut dimuat dalam kamus. Makna
gramatikal (struktur) ialah makna baru yang timbul akibat terjadinya proses
gramatikal (pengimbuhan, pengulangan, pemajemukan). Contoh:
berumah : mempunyai rumah
rumah-rumah : banyak rumah
rumah makan : rumah tempat makan
rumah ayah : rumah milik ayah
3. Kalimat Efektif
3.1 Pengertian kalimat
Pengertian Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang sesuai dengan kaidah
bahasa baik ejaan maupun tanda bacanya sehingga mudah dipahami oleh pembaca
atau pendengarnya. Dengan kata lain, kalimat efektif mampu menimbulkan
kembali gagasan-gagasan pada pendengar atau pembacanya seperti apa yang dimaksudkan
oleh penulis.
Suatu kalimat dapat dikatakan sebagai kalimat efektif jika
memiliki beberapa syarat sebagai berikut:
1. Mudah dipahami oleh pendengar atau pembacanya.
2. Tidak menimbulkan kesalahan dalam menafsirkan maksud sang
penulis.
3. Menyampaikan pemikiran penulis kepada pembaca atau
pendengarnya dengan tepat.
4. Sistematis dan tidak bertele-tele.
3.2 Tata cara penggunaan Kalimat Efektif
Kalimat efektif ditulis dengan kaidah yang benar,
yaitu :
1). Kalimat harus memiliki subjek dan predikat. kelompok
kata kemudian pergi tidur bukan kalimat efektif sebab kalimat itu
tidak memiliki subjek; yang ada hanya predikat dan keterangan. Begitu juga kebun
luas yang pernah digarapnya bertahun-tahun sampai ia beranak bercucu belum
merupakan kalimat. rangkaian itu kata sebenarnya merupakan bagian dari sebuah
kalimat. Meskipun terlihat panjang, kelompok kata itu hanya memiliki subjek
2). Tidak boleh hanya berupa klausa bawahan. Karena
telah berhasil mengerjakan tugas dengan baik, atau bahwa dirinyalah yang
dianggap paling mampu belum merupakan kalimat. Hal ini karena kelompok
kata itu hanyalah klausa bawahan.
3). Pilihan katanya harus tepat. Kalimat ia memandang
orang sakit di RSCM, bukan kalimat efektif. Hal ini karena pilihan kata yang
digunakan tidak tepat. Seharusnya, kata yang digunakan adalah kata
menjenguk, bukanmemandang, menyaksikan, atau menonton .
Referensi :
https://id.wikipedia.org/wiki/Ejaan
https://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Pedoman_ejaan_dan_penulisan_kata
https://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Pedoman_penulisan_tanda_baca
http://dedysuardi.blogspot.co.id/2012/02/normal-0-false-false-false-in-x-none-x.html
http://kbbi.web.id/makna
http://bahasaindonesiaanna.blogspot.co.id/2010/05/makna-leksikal-dan-gramatikal.html
http://www.kelasindonesia.com/2015/02/pengertian-kalimat-efektif-adalah-beserta-contoh-lengkap.html
http://www.artikelsiana.com/2014/10/pengertian-kalimat-efektif-aturan-penulisan.html